GARUT | Jurnalis Banten Bersatu — Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menorehkan langkah signifikan dalam upaya memperkuat fondasi tata kelola kelembagaan. Helena Octavianne, S.H., M.H., CSSL., CCD., yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Garut, resmi ditunjuk sebagai Kepala Bagian Reformasi Birokrasi pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (JAMBin) Kejaksaan Agung RI.
Penunjukan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: KEP-IV-1425/10/2025, yang ditandatangani pada 13 Oktober 2025, menandai awal dari babak baru dalam dinamika reformasi internal di tubuh Adhyaksa.
“Benar, saya telah menerima amanah baru tersebut. Jika tidak ada perubahan, pekan depan saya mulai menjalankan tugas di Jakarta,” ujar Helena saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Senin (20/10/2025).
Posisi yang kini diemban oleh Helena bukan sekadar rotasi struktural, melainkan bagian penting dalam merumuskan arah baru pembaruan birokrasi Kejaksaan. Tanggung jawab utama dalam jabatan tersebut meliputi optimalisasi sistem pelayanan publik, penyusunan kebijakan internal yang adaptif, serta percepatan pembentukan zona integritas menuju wilayah bebas dari praktik koruptif.
Penempatan Helena merupakan bentuk pengakuan terhadap integritas dan kapasitasnya dalam memimpin, sebagaimana telah ditunjukkan selama bertugas di Garut. Ia dikenal aktif dalam mendorong efektivitas penanganan perkara, memperkuat transparansi, serta mengembangkan kultur kerja berbasis akuntabilitas.
Pengangkatan ini juga dapat dibaca sebagai simbol kepercayaan dari pimpinan tertinggi lembaga terhadap generasi baru jaksa yang progresif dan berintegritas. Helena dihadapkan pada tantangan besar: mendesain ulang sistem birokrasi yang responsif terhadap perkembangan digital dan harapan masyarakat, sembari menjaga marwah institusi.
Langkah ini juga mencerminkan paradigma baru di Kejaksaan, yakni mengedepankan pemimpin perempuan dalam jabatan yang menentukan arah kebijakan nasional. Keberadaan Helena di pusat pengambilan keputusan diharapkan membawa nuansa kepemimpinan yang inklusif dan transformatif.
Transisi dari jabatan daerah ke posisi strategis nasional merupakan narasi penting dalam penguatan meritokrasi di lingkungan pemerintahan. Helena bukan hanya membawa pengalaman praktis, tetapi juga semangat perubahan yang berpijak pada nilai-nilai pengabdian.
Publik kini menaruh harapan besar pada kehadiran sosok-sosok yang tidak sekadar paham regulasi, tetapi juga sensitif terhadap kebutuhan masyarakat dan dinamika sosial yang terus berkembang.
Promosi ini bukan sekadar alih tugas, melainkan refleksi arah strategis Kejaksaan RI dalam membangun sistem birokrasi yang kredibel. Di tengah tuntutan publik akan lembaga hukum yang bersih dan melayani, penempatan tokoh seperti Helena Octavianne memperlihatkan komitmen institusional untuk menjawab kebutuhan zaman.





