PANDEGLANG, Jurnalis Banten Bersatu – Di ufuk fajar, kutatap tanah kelahiran,
Dungushaur bersenyum dalam embun keheningan,
Di antara padi dan desir angin sawah,
Tumbuh cita pada nadi, nyala bangsa tak pernah lelah.
Aku, anak desa yang bersahaja,
Menyimpan mimpi sebesar cakrawala,
Dari lumpur sawah lahir kesadaran,
Bahwa tanah ini bukan sekadar pijakan, melainkan keabadian perjuangan.
Sumpah Pemuda — bukan sekadar suara sejarah,
Ia adalah gema nurani yang menolak menyerah,
Ia adalah api di dada setiap anak negeri,
Yang berkata: “Aku Indonesia, aku abadi.”
Filsafat hidupku sederhana namun dalam,
Bahwa persatuan bukan dijahit oleh kata,
Tapi oleh luka yang sama, oleh harapan yang sama,
Di dada-dada pemuda yang mencintai tanahnya.
Maka hari ini aku bersumpah lagi,
Bukan hanya di bawah bendera dan langit suci,
Tapi di dalam jiwa, di ladang, di jalan, di sunyi,
Bahwa aku pemuda — penjaga arti, pewaris nurani.
Wahai tanah Surianeun, saksikan niatku,
Dari Patia hingga ujung waktu,
Selama bumi berpijak dan mentari bersinar,
Semangat pemuda takkan pudar.





